Berbincang....

Saat kami menunggu giliran dipanggil oleh perawat untuk disuntik obat penyubur, saya dan suami yang duduk berdekatan karena memang banyak pasien yang datang hari ini memilih untuk berbincang ringan untuk menghilangkan rasa bosan. Saya teringat apa yang dia sarankan di rumah beberapa hari yang lalu, “ cobalah untuk jangan selalu fokus dengan diri-sendiri dengan bermain hp, lihatlah sekitar dan bila memungkinkan mengobrollah dengan teman di sebelah kita duduk”, itu yang dia katakan. Saya memang selalu datang, duduk dan mengambil hp, tertawa atau tersenyum sendiri, dan apa yang saya lakukan juga dilakukan oleh hampir semua pasien disana. Dunia memang sudah berubah, jika dulu saat fungsi hp tidak seperti sekarang rasanya akan lebih hangat karena ada cerita dan percakapan dengan sesama secara langsung, namun saat semua digantikan dengan teknologi semua berubah secara online. Mencari teman dan berbincang tak harus bertemu atau bertatap muka terlebih dahulu. Cukup mencari di media online, bahkan tak jarang mendapat pendamping hidup dari perkenalan di dunia maya. Sungguh sebuah perubahan besar.

  Hari itu saya lihat banyak pasangan, dan memang mereka sibuk dengan hp mereka masing-masing, agak kikuk jika saya memulai obrolan dengan orang yang sedang berkonsentrasi dengan apa yang ada di layar hp mereka. Jadilah saya berbincang dengan suami saya, kami memperhatikan sekitar, memulai menerka sendiri kenapa banyak yang memiliki masalah seperti kami, ya menunggu untuk mendapat buah hati. Saya perhatikan ada yang memiliki body atau postur tubuh yang baik namun juga datang ke klinik ini, kemudian ada juga yang terlihat bersih, penampilannya yang mewah, terlihat bahwa ia seperti memang sudah terlahir di keluarga yang berada, mereka juga memiliki kesulitan untuk memiliki buah hati. Ada pula yang dari jauh, terlihat memakai sweater tebal dan menggunakan kaos kaki, di buku yang mereka bawa terlintas saya baca hasil pemeriksaan dari laboratorium salah satu rumah sakit daerah yang letaknya kurang lebih butuh waktu 2 jam lebih untuk bisa ke Denpasar dan sepertinya mereka harus bolak-balik bila tidak memiliki saudara yang punya rumah disini. Sungguh banyak yang bisa saya syukuri dengan suami.

  Dari memperhatikan keadaan sekitar, Saya mengajukan ide pada suami, saya ingin suatu saat ada rumah sakit yang memberikan pelayanan pada bidang obstetri dan gynekologi khususnya pada masalah infertil dengan banyak kemudahan dan pelayanan yang lebih fleksibel dan transparan. Saya merasa belum memiliki anak saat sudah lebih dari 1 tahun menikah merupakan sebuah kepedihan. Ada banyak kesedihan disana, walau sakit ini tidak menyangkut jiwa atau kematian, namun sakit nya lebih kepada psikologis atau masalah perasaaan. Perlu ada dorongan secara psikologis dari para ahli dan juga dukungan dari keluarga serta dari teman-teman yang senasib agar saling menguatkan. Saya menghayalkan suatu saat di Indonesia, khususnya Bali akan tercipta sebuah  rumah sakit dengan fasilitas yang lengkap dan para tenaga medis yang terlatih memberikan pelayanan yang terbaik bagi para pejuang buah hati. Dimulai dengan gedung yang sederhana namun bersih dan rapi. Dokter dan perawat yang memiliki keahlian di bidang reproduksi dengan sikap yang ramah dan memberi dukungan yang positif pada setiap pasien. Saya selalu merasa bahwa obat dari setiap penyakit adalah pikiran yang positif akan kesembuhan, dan bila hal itu diberikan olehorang yang kita percaya yaitu dokter atau perawat maka akan memberi dampak semakin positif. Terdapat tempat konsultasi bagi para pasien dengan therapis psikologi atau seorang psikolog yang siap membantu dalam setiap masalah para pasien, karena biasanya pasien yang sedang berjuang mendapat buah hati memiliki tekanan mental dan stresor yang lebih tinggi. Terkadang akan ada pula pertemuan dengan para sesama pejuang, sebuah kelompok kecil untuk kita saling bercerita dan menguatkan. Dibantu oleh teknologi kedokteran yang paling canggih untuk memperbesar persentase keberhasilan.

  Selain tenaga medis, ada pula para management rumah sakit yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, mereka merasa dalam hidup bukan hanya harta yang terpenting, tetapi bagaimana kita bisa sebanyak-banyaknya menabung kebaikan sebagai bekal kita menghadap Tuhan. Prinsip ini yang diterapkan kepada semua pagawai di rumah sakit tersebut. Saya berharap rumah sakit khusus infertilitas yang dibangun dengan sistem pembayarannya yang bisa subsidi silang, dimana pasien yang kaya atau memiliki uang lebih mau membantu para pasien yang memang sedang kekurangan biaya agar mampu berobat atau mengikuti program IVF. Munculkankanlah rasa kebersamaan dan bisa saling tolong-menolong. Namun jangan sampai ada persaingan bila mungkin yang dibantu mendapat kepercayaan duluan, karena belajar ikhlas sungguh bukan hal yang mudah, disinilah tempat kita belajar. Saya merasa banyak yang tidak mampu mengikuti program kesehatan yang memakai teknologi canggih ini karena masalah biaya, sungguh kasian apalagi mereka dari jauh, hanya bermodal kepasrahan dan menunggu akan datang nya jawaban doa mereka untuk mendapat keturunana, namun ada pengaruh waktu, diamana umur seseorang akan semakin bertambah dan secara teori pasti kesempatan untuk bisa hamil semakin berkurang.

Wahh.. saya rasa apa yang saya impikan tidaklah muda, namun semoga suatu saat akan terwujud. Ini adalah keinginan saya untuk membantu sesama. Jika tujuan kita baik semoga ada jalan. Sekian cerita saya, semoga ada sedikit manfaat yang didapat. Tak terasa sudah 13 hari saya menunggu, dan besok adalah penentuannya, saya siap, seijin-Mu ya Tuhan, hamba berserah......

 

Komentar